MASA DEPAN EKONOMI ISLAM DALAM ARUS TREND EKONOMI ERA GLOBAL
Sejak diterbitkannya buku The Theory of Moral Sentiments
(1759) dan The Wealth of Nation (1776) oleh Adam Smith, ekonomi seolah-olah
menjadi terlepas dari filsafat moral dan masuk ke dalam sains sosial yang
berbeda. Terlebih lagi dalam perkembangannya, ekonomi neo-klasik telah berusaha
menjelaskan fenomena ekonomi dengan model-model kuantitatif yang menjadikannya
semakin jauh dari dasar ilmu ekonomi itu sendiri. Ekonomi yang dibedakan
menjadi ekonomi positif dan normatif, justru semakin manjauhkan ilmu ekonomi
dari moralitas, karena dalam kenyataannya ilmu ekonomi lebih fokus pada ekonomi
positif, sedangkan ekonomi normatif diserahkan kepada ilmu lain.
Ada perkembangan yang
menggembirakan akhir-akhir ini, mungkin terinspirasi oleh Theory of Justice-nya
John Rawls’ (1971), para pakar ekonomi secara perlahan mulai tertarik dengan
isu etik (moral), terutama sejak tiga dekada yang lalu. Hausman dan McPherson
menyatakan, bahwa para pakar ekonomi dan pakar filsafat moral perlu
memperbaharui perbincangan yang telah diinterupsi oleh masuknya metodologi
positivis dalam bidang ekonomi dan filsafat.
Perkembangan
selanjutnya, berbagai kajian terkait dengan outcome ekonomi dan etika telah
banyak dikembangkan, termasuklah game theoretic analysis of trust dan
cooperation in the provision of public good dan charitable donation. Beberapa
perbincangan tentang economic of crime telah mulai dilaksanakan oleh para pakar
dalam seminar. Akan tetapi tema yang memang masih baru mulai mendapat perhatian
adalah tentang peran sentiman moral tertentu terhadap pembuatan keputusan
personal (individu). Pembedaan antara etika/norma sosial dan moral individu
adalah cukup halus tetapi penting. Interaksi individu dalam masyarakat
memerlukan adanya norma sosial dan kemauan baik, diketahuinya penyimpangan
terhadap norma sosial akan mengakibatkan dicacimaki/dicemooh, penyimpangan yang
paling kejam akan dihukum sebagai kriminal. Berbeda dengan moralitas personal
yang mengimplikasikan adanya suatu tatanan gelagat yang telah
terinternalisasikan dan bahkan standar perangai persepsi atau perbuatan
terhadap orang lain di masyarakat.
Trend
Perkembangan Ekonomi Global
Era
globalisasi (the age of globalization), dalam beberapa literature dinyatakan
bermula pada dekade 1990-an. Era ini ditandai, diantaranya dengan adanya
fenomena penting dalam bidang ekonomi. Kegiatan ekonomi dunia tidak hanya
dibatasi oleh faktor batas geografi, bahasa, budaya dan ideologi, akan tetapi
lebih karena faktor saling membutuhkan dan saling bergantung satu sama lain
Dunia menjadi seakan-akan tidak ada batas, terutama karena perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat. Keadaan yang demikian melahirkan banyak
peluang sekaligus tantangan, terutamanya dalam upaya pengembangan ekonomi
Islam.
Proses globalisasi
diperkirakan semakin bertambah cepat pada masa mendatang, sebagaimana
dikemukakan oleh Colin Rose bahwa dunia sedang berubah dengan kecepatan langkah
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kehidupan masyarakat termasuk kehidupan
hukum dan ekonominya menjadi semakin kompleks. Pada dasarnya sistem ekonomi
menunjuk pada satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang
mengimplementasikan keputusan tersebut terhadap produksi, konsumsi dan
distribusi pendapatan. Karena itu, sistem ekonomi merupakan sesuatu yang
penting bagi perekonomian suatu negara. Sistem ekonomi terbentuk karena
berbagai faktor yang kompleks, misalnya ideologi dan sistem kepercayaan,
pandangan hidup, lingkungan geografi, politik, sosial budaya, dan lain-lain.
Pada era global ini
terdapat berbagai macam sistem ekonomi negara-negara di dunia. Meskipun
demikian secara garis besar, sistem ekonomi dapat dikelompokkan pada dua kutub,
yaitu kapitalisme dan sosialisme. Sistem-sistem yang lain seperti welfare
state, state capitalism, market socialisme, democratic sosialism pada dasarnya
bekerja pada bingkai kapitalisme dan sosialisme. Akan tetapi, sejak runtuhnya
Uni Soviet, sistem sosialisme dianggap telah tumbang bersama runtuhnya Uni Soviet
tersebut. Oleh karena itu sistem ekonomi kapitalisme yang hingga kini masih
menjadi sistem ekonomi kuat di dunia.
Sistem ekonomi
kapitalis yang saat ini berkembang, memanglah tidak sama persis dengan pada
masa awal lahirnya. Telah terjadi evolusi dalam proses perjalanan sistem
kapitalis menuju ke arah yang lebih humanis dan memperhatikan etika,
sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan artikel ini. Era ekonomi dewasa
ini di era global sering disebut era ekonomi modern atau ekonomi baru (the new
economy). Ekonomi Baru sebenarnya menyangkut keseluruhan industri (dalam arti
luas) yang bersaing dalam tatanan dan cara baru. Ekonomi Baru bukan hanya
menyangkut teknologi tinggi, tetapi lebih pada berinovasi dalam melakukan
bisnis, terkait dengan produk (barang/jasa) dan sebagainya. Aktivitas produktif
dalam Ekonomi Baru menghadapi isu dan karakteristik yang hampir serupa, yaitu
cepat, global, berjaringan, semakin dipengaruhi/ditentukan oleh pengetahuan,
semakin sarat teknologi/inovasi.
Catatan Kagagalan
Ekonomi Kapitalis dan Lahirnya Mazhab Positif Ekonomi Global
Kegagalan
ilmu konvensional kapitalis dalam menciptakan keadilan sosial dan menyelesaikan
persoalan manusia sudah tidak terbantah. Secara internasional hal itu dapat
disimak melalui buku The Death of Economics karya Ormerod (1998), atau melalui
buku Economics as Religion karya Nelson (2001). Sedangkan secara nasional, hal
itu dapat disimak melalui buku Ekspose Ekonomika karya Sri-Edi Swasono (2005).
Sesuatu yang menggembirakan adalah bahwa telah terjadi perkembangan yang
positif dalam ilmu ekonomi, di mana banyak pakar ekonomi telah melakukan kritik
tajam terhadap kegagalan ilmu ekonomi konvensional kapitalis dan menyumbangkan
pemikirannya dengan mengemukakan ide-ide yang mengarah kepada perbaikan
paradigma ilmu ekonomi menuju yang lebih baik, yaitu perhatian terhadap
nilai-nilai moral, etik, dan keadilan sosial. Misalnya dikemukakan oleh Thomas
Friedman ketika diadakan konferensi Davos, Agustus 1997 yang menghimpun para
pemimpin dari seluruh dunia. Ia mengatakan yang artinya: “Serangan terhadap
mereka yang akan membangun dunia pada basis satu dimensi, di mana perdagangan
adalah segalanya, di mana hanya perhitungan-perhitungan finansial saja yang
perlu, dengan mudah akan menemui serangan moral potensial terhadap
globalisasi”.
Amitai Etzioni menyatakan
bahwa paradigma ilmu ekonomi neoklasik pada hakikatnya tidak hanya mengabaikan
dimensi moral, tetapi juga menolak dimasukkannya moral ke dalam paradigmanya.
Oleh karena itu perlu ada paradigma baru dalam ilmu ekonomi yaitu perlunya
dimasukkan nilai-nilai moral, karena hanya dengan cara itulah memungkinkan
untuk mencari mana yang benar dan mana yang menyenangkan.
Christofam Buarque
menyatakan bahwa kegagalan ilmu ekonomi dalam pandangannya terletak kepada
pengabaian nilai-nilai sosial dan etika. Tujuan sosial telah dikesampingkan dan
dipandang sebagai konsekuensi dari kemajuan teknik daripada sebagai tujuan
peradaban. Sementara itu, nilai-nilai etika telah dipinggirkan. Perlu ada suatu
perubahan fundamental dalam pendekatan, penyusunan kembali prioritas-prioritas
secara total. Pendekatan yang dimaksudkan yaitu:
1.
suatu etika untuk melakukan redifinisi tentang tujuan peradaban.
2.
suatu definisi baru tentang sasaran dan area kajian
3.
suatu landasan baru bagi ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin.
Timothy Gorringe
menyatakan bahwa mereduksi manusia yang homo sapiens (makhluk bijaksana) dengan
hanya homo economicus yang secara rasional memaksimalkan utiliti, bertindak berasas
self interest saja merupakan reduksi yang sangat telak terhadap nilai-nilai
moral. Oleh karena itu perlu didirikan mahkamah international untuk keadilan
ekonomi.
Ekonomi Islam:
Trend Baru yang Universal
Tidak
bisa dipungkiri, bahwa sebutan ekonomi Islam melahirkan kesan yang beragam.
Bagi sebagian kalangan, kata “Islam” memposisikan Ekonomi Islam pada tempat
yang sangat eksklusif, sehingga menghilangkan nilai kefitrahannya sebagai
tatanan bagi semua manusia (rahmatan lil’alamin). Bagi lainnya, ekonomi Islam
digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan sosialis,
sehingga ciri khas spesifik yang dimiliki oleh Ekonomi Islam itu sendiri
hilang.
Umar Chapra menyebut
ekonomi Islam dengan Ekonomi Tauhid. Tapi secara umum dapat dikatakan sebagai divine
economics. Cerminan watak “Ketuhanan” ekonomi Islam bukan pada aspek pelaku
ekonominya -- sebab pelakunya pasti manusia -- tetapi pada aspek aturan atau
sistem yang harus dipedomani oleh para pelaku ekonomi. Ini didasarkan pada
keyakinan bahwa semua faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah
kepunyaan Allah, dan kepadaNya (kepada aturanNya) dikembalikan segala urusan.
Sebagai ekonomi yang
ber-Tuhan maka Ekonomi Islam -- meminjam istilah dari Ismail Al Faruqi --
mempunyai sumber “nilai-nilai normatif-imperatif”, sebagai acuan yang mengikat.
Dengan mengakses kepada aturan Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai
nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai,
yang secara vertikal merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal
memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.
Ekonomi Islam pernah
tidak populer sama sekali. Kepopuleran ekonomi Islam bisa dikatakan masih belum
lama. Oleh karena itu, sering muncul pertanyaan, apakah ekonomi Islam adalah
baru sama sekali? Jika melihat pada sejarah dan makna yang terkandung dalam
ekonomi Islam, ia bukan sistem yang baru. Argumen untuk hal ini antara lain:
1.
Islam sebagai agama samawi yang paling mutakhir adalah agama yang dijamin oleh
Allah kesempurnaannya, seperti ditegaskan Allah dalam surat Al-Maidah (5):3. Di
sisi lain, Allah SWT juga telah menjamin kelengkapan isi Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi umat manusia yang beriman dalam menjalankan perannya sebagai
khalifah Allah di muka bumi. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firmannya QS
Al-An’am (6):38,
ما
فرطنا في الكتاب من شيء ثم الى ربهم يحشرون
2.
ٍSejarah mencatat bahwa umat Islam pernah
mencapai zaman keemasan, yang tidak dapat disangkal siapapun. Dalam masa itu,
sangat banyak kontribusi sarjana muslim yang tetap sangat diakui oleh semua
pihak dalam berbagai bidang ilmu sampai saat ini, seperti matematika,
astronomi, kimia, fisika, kedokteran, filsafat dan lain sebagainya. Sejarah
juga membuktikan, bahwa sulit diterima akal sehat sebuah kemajuan umat dengan begitu
banyak kontribusi dalam berbagai lapangan hidup dan bidang keilmuan tanpa
didukung lebih awal dari kemajuan di lapangan ekonomi.
3. ٍSejarah
juga mencatat banyak tokoh ekonom muslim yang hidup dan berjaya di zamannya
masing-masing, seperti Tusi, Al-Farabi, Abu Yusuf, Ibnu Taimiyyah, Al-Maqrizi,
Syah Waliyullah, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Bahkan yang disebut terakhir (Ibnu
Khaldun) diakui oleh David Jean Boulakia sebagai berikut: “Ibn Khaldun
discovered a great number of fundamental economic notions a few centuries
before their official births. He discovered the virtues and the necessity of a
division of labor before (Adam) Smith and the principle of labor before
Ricardo. He elaborated a theory of population before Malthus and insisted on
the role of the state in the economy before Keynes. The economist who
rediscovered mechanisms that he had already found are too many to be named.”
Kesimpulan
Manajemen pemasaran
Syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses
penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholders-nya,
yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad danprinsip-prinsip muamalah
(bisnis) dalam Islam.Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses,
baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value),
tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip
muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimoangan
prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi apapun
dalam pemasaran dapat dibolehkan.
Komentar
Posting Komentar