Peluang dan Tantangan Pengembangan Ekonomi Islam
Perkembangan praktik
ekonomi Islam, terutama dalam bidang keuangan dan berbankan, baik di dunia
maupun di Indonesia sangat menggembirakan. Di tingkat dunia, sudah banyak
negara yang ada industri keuangan dan perbankan Syariahnya. Saat ini tidak
kurang dari 75 negara di dunia telah mempraktekkan sistem ekonomi dan keuangan
Islam, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia.
Demikian pula dalam
bidang akademis, beberapa universitas terkemuka di dunia sedang giat
mengembangkan kajian akademis tentang ekonomi syariah. Harvard University
merupakan universitas yang aktif mengembangkan forum dan kajian-kajian ekonomi
syariah tersebut. Di Inggris setidaknya enam universitas mengembangkan
kajian-kajian ekonomi syari’ah. Demikian pula di Australia oleh Mettwally dan
beberapa negara Eropa seperti yang dilakukan Volker Nienhaus. Para ilmuwan
ekonomi Islam, bukan saja kalangan muslim, tetapi juga non muslim.
Perkembangan praktik
Ekonomi Islam di Indonesia juga menunjukkan fakta yang menggembirakan. Sejak
sepuluh tahun terakhir, perkembangan diskursus Ekonomi Islam di Indonesia
mendapatkan perhatian banyak kalangan, baik dari aspek konseptual/akademis
maupun aspek praktik. Dari sisi akademis, perkembangan Ekonomi Islam ditandai
dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan program pelatihan
maupun mata kuliah Ekonomi Islam, Keuangan Islam dan Perbankan Syariah baik
pada tingkat Sarjana (S1) maupun tingkat Pascasarjana (S2 dan S3). Di samping
itu, pembicaraan perkembangan Ekonomi Islam juga dilakukan melalui kegiatan
seminar, simposium, konferensi, kajian buku dan kegiatan lain yang mengkaji
lebih mendalam mengenai perkembangan Ekonomi Islam dan aplikasinya dalam dunia
ekonomi dan bisnis
Dalam aplikasinya, perkembangan
sistem Ekonomi Islam ditandai dengan banyaknya lembaga-lembaga keuangan Syariah
yang didirikan seperti Perbankan Syariah, Baitul Mal Wat-Tamwil, Pasar Modal
Syariah, Reksadana Syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah dan
lembaga-lembaga lain yang dijalankan dengan prinsip-prinsip Syariah. Semakin
banyak lembaga-lembaga keuangan yang berasaskan prinsip-prinsip dasar Syariah
memberikan alternatif yang lebih besar kepada masyarakat untuk menggunakan
lembaga keuangan yang tidak berdasarkan sistem bunga (lembaga keuangan
konvensional).
Pengembangan
Ekonomi Islam terus diusahakan dengan melibatkan berbagai pihak baik secara
individual maupun kelembagaan. Para pemikir terus mencoba menggali dan membahas
sistem Ekonomi Islam secara serius dan kemudian menginformasikannya kepada
masyarakat baik melalui seminar, simposium, penulisan buku maupun melalui
internet serta media yang lain. Di pihak para praktisi atau pelaku binis yang
relevan juga terus memperbaiki dan menerapkan sistem Ekonomi Islam sesuai
dengan prinsip-prinsip Syariah yang dibolehkan dalam melaksanakan bisnis
mereka. Dengan demikian pengembangan Ekonomi Islam diharapkan dapat sejalan
antara konseptual dan praktik dalam bisnis sesuai dengan tuntunan yang ada yang
pada akhirnya akan terbentuk sistem Ekonomi Islam yang betul-betul sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar Syariah yang digariskan.
Di pihak pemerintah,
pengembangan Ekonomi Islam bisa dipacu dengan membuat undang-undang yang
digunakan sebagai landasan formal dalam menjalankan kegiatan bisnis berdasarkan
sistem Ekonomi Islam. Misalnya momentum dan fakta keunggulan bank Syariah dibanding
bank konvensional di Indonesia pada akhir 2006. Akhir 2006 memberikan catatan
fantastik tentang keunggulan sistem perbankan Islam yang merupakan salah satu
aspek penting Syariat Islam dalam bidang ekonomi di banding perbankan
konvensional. Hal ini terlihat dari perbandingan beberapa aspek performance
operasi sistem perbankan meliputi Non Performing Loan/Financing (NPL/NPF), Financing/Loan
to Deposits Ratio (FDR/LDR), simpanan bank di SBI atau SWBI, dan kinerjanya
dalam menggerakkan sektor riil. Kenyataan ini mestinya bisa menjadi landasan
bagi pemerintah untuk membuat regulasi yang menjadikan bank Syariah lebih dapat
berkembang. Selain itu, fakta tersebut juga mestinya bisa ”membuka” mata dan
hati semua masyarakat muslim Indonesia khususnya dan masyarakat Indonesia
secara keseluruhan untuk lebih bersungguh-sungguh menerapkan Syariat Islam
dalam bidang ekonomi secara keseluruhan, karena bukti empiris tentang
keunggulannya, khususnya dalam aspek perbankan sudah tidak terbantah lagi.
Pada dataran global,
semakin banyak lembaga keuangan barat yang menawarkan berbagai produk keuangan
syariah. Seperti yang dilakukan Citigroup, Deutsche Bank, HSBC, Lloyds TSB dan
UBS. Namun, pesatnya perkembangan keuangan syariah tersebut tidak diikuti
pertambahan jumlah sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang memadai. Belanda
dan Rusia juga mengembangkan perbankan Syariah. Salah satu perusahaan konsultan
manajemen terbesar dunia, AT Kearney melaporkan terbatasnya SDM berkualitas di
sektor perbankan syariah akan menjadi kendala terbesar dalam mengembangkan
industri tersebut. Terlebih, dengan terus berkembangnya industri perbankan
syariah, maka tuntutan akan SDM baru berkualitas akan semakin besar. AT Kearney
memprediksi industri perbankan syariah Timur Tengah dalam satu dekade mendatang
membutuhkan sedikitnya sekitar 30 ribu SDM baru berkualitas.
Menurut Direktur Dow
Jones Islamic Market Index (DJIM), Rushi Siddiqui, terbatasnya sumber daya juga
terjadi di sisi SDM pengawas syariah. Terlebih, kebutuhan akan SDM tersebut
diprediksi akan terus meningkat sejalan dengan semakin banyaknya lembaga
keuangan konvensional Barat yang mulai memasuki bisnis syariah.
Dalam konteks
Indonesia, persoalannya tidak jauh beda. Salah satu persoalan yang kini
dihadapi industri keuangan syariah di Indonesia adalah ketersedian SDM
berkualitas. Terus berkembangnya industri keuangan dan perbankan syariah
mendorong meningkatnya kebutuhan SDM berkualitas. BI (Bank Indonesia) pernah
menyatakan untuk mengejar pangsa pasar perbankan syariah menjadi lima persen,
kita kekurangan tenaga kerja sekitar 40 ribu.
Mencermati fenomena
tersebut, strategi pengembangan Ekonomi Islam perlu dilakukan melalui
pengembangan kurikulum Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi atau bahkan mulai
diajarkan di tingkat Sekolah Menengah. Dimasukkannya pelajaran Ekonomi Islam
pada peringkat sekolah menengah, maka konsep dan karakteristik Ekonomi Islam
dapat dikenalkan lebih dini sehingga masyarakat luas akan lebih mengenal dan
memahami penerapan sistem Ekonomi Islam tersebut.
Pengembangan kurikulum
Ekonomi Islam sudah dilakukan oleh beberapa Perguruan Tinggi yang mengembangkan
program studi Ekonomi Islam, Manajemen Islam, Perbankan Islam atau Akuntansi
Syariah. Program studi ini didirikan untuk menyiapkan calon-calon tenaga ahli
yang akan mengembangkan sistem Ekonomi Islam di masa datang baik secara
konseptual maupun penerapannya di dunia kerja. Penyelenggaraan program studi
tersebut dilakukan dengan cara berbeda-beda di berbagai Perguruan Tinggi Islam
Negeri maupun Swasta. Dalam praktiknya, sebagian Perguruan Tinggi secara
terang-terangan memang ada program studi atau jurusan Ekonomi Islam, tetapi
sebagian yang lain baru menawarkan mata kuliah Ekonomi Islam, Perbankan
Syariah, Akuntansi Syariah atau Manajemen Islam.
kesimpulan
yang dihadapi dalam
pengembaangan ekonomi Islam di Indoensia adalah kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap sistem keuangan dan perbankan syariah. Hal tersebut terlihat dari
belum banyaknya masyarakat yang mengakses layanan perbankan syariah
dibandingkan layanan perbankan konvensional. Untuk itu diperlukan strategi
sosialisasi yang lebih jitu kepada masyarakat. Bahkan kalau perlu diberlakukan
bulan kampanye ekonomi Islam di masyarakat
daftar
pustaka
Ali, Mohammad Daud.
1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
Anto, M.B. Hendrie.
2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: EKONISIA
Baldwin, R.W. 1966. Social
Justice. London: Pergamon Press Joseph G. Eisenhauer, “Economic Models of Sin
and Remorse: Some Simple Analytics”, Review of Sosial Economy, Vol. LXII, No.
2, June 2004
Komentar
Posting Komentar