BISNIS SYARIAH SOLUSI PERMASALAHAN EKONOMI


Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945, ihwal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial antara lain dinyatakan sebagai berikut:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
 (2) Cabang-cabang produski yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
 (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dalam ekonomi Islam, paling sedikit oleh Muhammad Rawas Qal`ah-ji, menyebutkan 13 ciri utama ekonomi Islam yang menyebabkan sistem ekonomi ini tampak berbeda dari sistem ekonomi konvensional (terutama kapitalis maupun sosialis). Ketiga belas prinsip ekonomi Islam yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1) Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
2) Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.

 3) ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.
4) Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.
5) Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan.

 6) Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).
 7) Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan
9) Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun bina’un). Kekhususan ini antara lain dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan, perdagangan khamr dan lain-lain
.
10) Perekonomian yang berimbang (iqtishad mutawazin), maksudnya ialah bahwa perekonomian yang hendak diwujudkan oleh Islam adalah ekonomi yang berkeseimbangan (berimabng) antara kepentingan individu dan sosial, antara tuntutan kebutuhan duniawi dan pahala akhirat, serta keseimbangan antara fisik dan psikis, keseimbangan antara sikap boros dan hemat (israf dan taqtir).

 11) Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa.
12) Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya
 13) Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain.
Memperhatikan prinsip-prinsip perekonomian nasional di satu pihak dan ciri-ciri utama sistem ekonomi Islam di pihak lain, tampak ada kesenyawaan antara keduanya. Kesenyawaan terutama terletak pada prinsip-prinsip perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial yang diatur dalam Bab XV Pasal 33 (terutama ayat (1) sampai ayat (4)), dan Pasal 34 ayat (1) sampai ayat (4), dengan ke-13 ciri-ciri utama ekonomi Islam di atas. Kesenyawaan ekonomi Islam dengan sistem perekonomian nasional Indonesia juga akan semakin kokoh tatkala dihubungkan dengan asas-asas ekonomi Islam yang menempatkan asas keadilan (al-`adalah) dan pemerataan (tasawiwiyan) sebagaimana disinggung pada bagian lain dalam tulisan ini.
Sihingga di Indonesia ini di perlukannya sebuah pormulasi tepat mengenai bisnis syariah yang tepat guna dan mampu menjadi solusi bagi permasalahan rakyat dan bangsa di negara ini. Atas dasar penomena diatas maka saya tertarik untuk mengambil judul “ Bisnis Syariah Solusi Masalah Ekonomi



Landasan Teori

Jennie S Bev, penulis juga pengajar asal Indonesia yang bermukim di California, Amerika Serikat (AS) dalam pengantar buku Kumpulan Kisah Para Pengusaha Muda yang Sukses Berbisnis dari Nol, Rahasia Jadi Entrepreneur Muda (DAR! Mizan, 2008) karya Faif Yusuf, untuk berwirausaha sebenarnya sangat mudah, yaitu dengan meningkatkan mindset dan mulai membuka bisnis sendiri.
Dalam pandangan Jennie, setiap orang adalah personifikasi sukses itu sendiri. Sebab, success is a mindset, it is not a journey or destination (sukses adalah cara berpikir atau bersikap, bukan perjalanan maupun tujuan). Tetapi anggapan di masyarakat masih lazim ditemukan bahwa berwirausaha identik dengan para pengusaha besar dan mapan. Tidak jarang pula yang beranggapan bahwa wirausaha semata-mata hanya untuk mengejar kekayaan.
Sistem ekonomi syariah dan bisnis Syariah awal kehadirannya di Indonesia hanya dijadikan sebagai alternatif solusi krisis moneter, namun saat ini ekonomi syariah tidak lagi hanya sekadar menjadi alternatif, tetapi ekonomi syariah menjadi solusi dalam berbagai persoalan umat manusia. Demikian diungapkan Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) KH Ma'ruf Amin menanggapi peranan ekonomi syariah dalam pertumbuhan ekonomi Nasional. "Fakta sudah berbicara, bahwa sistem ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional, yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak, "
Sebaliknya, menurutnya, ekonomi syariah justru membawa perbaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Seperti yang terjadi saat krisis moneter 1997 silam, lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya bank syariah, mampu bertahan dengan baik. Sedangkan bank-bank konvensional yang diandalkan menjadi roda ekonomi, mengalami masa sulit. Lebih lanjut Ma'ruf Amin mengatakan, keunggulan ekonomi syariah sudah tidak diragukan lagi. "Sudah banyak contoh keunggulan ekonomi syariah. Sayangnya, masih banyak masyarakat muslim yang belum melaksanakannya secara konsekuen.

  
  SEKILAS TENTANG BISNIS SYARIAH

Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi utamanya menegakkan nilai-nilai akhlak dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan, ataupun negara. Senada diungkapkan Pakar Ekonomi Syariah Adiwarman A Karim, dibandingkan dengan ekonomi konvensional, pertumbuhan ekonomi syariah jauh lebih pesat. Meskipun faktanya, aset perbankan syariah hingga saat ini belum mencapai dua persen pada tahun 2007. Namun Ia optimis, target Bank Indonesia terhadap pangsa pasar syariah sebesar lima persen di akhir tahun 2008 ini akan tercapai.
Menurut Prof Hashim Kamali, paling tidak ada tiga tujuan syariah yang hendak dicapai, yaitu edukasi individual (tahdibul fard), keadilan (‘adalah), dan kemaslahatan publik (al-maslahah al-‘ammah). Segala yang disyariatkan Allah SWT akan bermuara kepada tiga tujuan tersebut, sehingga memahami ketiganya merupakan sebuah keniscayaan. Demikian pula dengan maqashid ekonomi syariah, tidak bisa dilepaskan dari ketiga tujuan tersebut.
Dalam kaitan dengan tahdibul fard, masyarakat harus diberikan pemahaman mengenai alasan disyariatkannya sesuatu. Harapannya akan muncul kesadaran dan kebutuhan untuk melaksanakan syariat agama, karena ia berangkat dari pemahaman yang benar. Pada konteks ekonomi, adalah hal yang sangat urgen untuk memberikan pemahaman tentang kenapa Allah dan Rasul-Nya membuat rambu-rambu dan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh umat Islam dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Sebagai contoh adalah ibadah ZISWAF (zakat, infak, shadaqah dan wakaf). Penulis melihat ada tiga dimensi maqashid dari disyariatkannya ibadah ZISWAF, yaitu dimensi spiritual personal, dimensi spiritual sosial, dan dimensi ekonomi. Pada dimensi spiritual personal, ibadah ZISWAF ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki jiwa dan raga yang bersih dan suci (QS 9 : 103). Ibadah ini juga akan menciptakan etika bisnis yang benar, dimana kita hanya akan berusaha mencari rezeki yang halal. Allah SWT tidak akan menerima ZIS yang mengandung unsur tipu daya (HR Muslim). Sifat-sifat buruk, seperti bakhil, egois, tidak peduli sesama, cinta harta secara berlebihan, dan sebagainya, akan dapat dikikis secara bertahap. Yang muncul adalah keberkahan hidup.
Sedangkan secara spiritual sosial, ibadah ZISWAF akan melahirkan soliditas dan ukhuwah yang sangat kokoh (QS 9 : 71). Sehingga akan muncul kebersamaan yang kuat di antara komponen umat dan bangsa. Kebersamaan ini merupakan modal sosial yang sangat penting di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, pelaksanaan ibadah ini akan menciptakan keamanan sosial yang lebih baik.
Sistem ekonomi syariah dan bisnis Syariah awal kehadirannya di Indonesia hanya dijadikan sebagai alternatif solusi krisis moneter, namun saat ini ekonomi syariah tidak lagi hanya sekadar menjadi alternatif, tetapi ekonomi syariah menjadi solusi dalam berbagai persoalan umat manusia. Demikian diungapkan Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) KH Ma'ruf Amin menanggapi peranan ekonomi syariah dalam pertumbuhan ekonomi Nasional. "Fakta sudah berbicara, bahwa sistem ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional, yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak,
Dengan melakukan istiqra` terhadap hukum-hukum syara' yang menyangkut masalah ekonomi, akan dapat disimpulkan bahawa Sistem Ekonomi (an-nizham al-iqtishadi) dalam Islam mencakup pembahasan yang menjelaskan asas-asas yang membangun sistem ekonomi Islam terdiri dari atas tiga asas :
1.    bagaimana cara memperoleh kepemilikan harta kekayaan (al-milkiyah)?
2.    bagaimana pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharruf fil milkiyah)?
3.    bagaimana cara edaran kekayaan tersebut di tengah-tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah bayna an-naas)?
Sehingga dapat di simpulkan bahwa dalam pejalanannya, menurut ekonomi syariah hasil harta juga harus di ketahui dengan jelas darimana sumbernya, dan sebuah solusi yang tepat untuk pencapaian sumber harta itu adalah bisnis syariah.
Ditengah badai krisis yang sekarang lagi melanda dunia,ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya.diantaranya adalah bahwa penyebab utama runtuhnya ekonomi dunia adalah karena sistemnya yang selalu mengedepankan penetrasi pasar dan profit taking semata atau yang sering kita kenal dengan sistem ekonomi Liberal.
Sistem ekonomi Liberal membuat perekonomian penduduk menjadi timpang,karena dalam sistem liberal yang punya modal banyak maka dialah yang berkuasa.maka cara apapun akan mereka lakukan untuk mencapai tujuannya.
Sedangkan dalam islam,sistem ekonomi yangdiajarkan adalah sistem bagi hasil/mudharabah,dimana dengan sistem ini akan tercipta suatu pemerataan ekonomi.
tak ada monopoli dalam aturan islam.sistem syariah betul2 bersumber dari ajaran al-quran dan hadits nabi
.           Ditengah serbuan badai krisis di negeri kita ini,alangkah baiknya kita kembangkan sistem syariah yang akan memberikan banyak manfaat untuk seluruh lapisan masyarakat kita. Beruntunglah karena pada saat ini bermacam bisnis syariah telah ada dan berkembang di negara kita,sehingga kita tak perlu lagi kuatir krisis ekonomi akan meruntuhkan ekonomi negeri kita karena bisnis dengan sistem syariah bila dijalankan dengan benar maka akan menjadi solusi bagi dunia untuk keluar dari krisis.
B.   Metode Memasarkan Produk
Publikasi adalah aspek penting yang harus kita perhatikan dalam memasarkan produk kita. Karena publikasi memungkinkan kita untuk memperluas pangsa pasar produk yang kita miliki. Masalahnya, untuk melakukan publikasi seringkali kita beranggapan bahwa kita harus melakukannya secara sangat masal dan menggunakan materi cetakan yang cukup mahal, seperti brosur dan lain sebagainya.
Dalam kenyataannya, publikasi yang ideal sebaiknya disesuaikan dengan besarnya skala usaha kita. Dalam besaran bujet untuk publikasi, memang belum ada rumusan yang sifatnya paten. Tetapi biasanya pengusaha membuat bujet untuk kegiatan marketing & publikasi (iklan) sebesar 10 persen dari omzet usaha. Mengenai besaran 10 persen ini dapat dibahas di lain waktu.
Yang menarik, alternatif cara yang dapat kita lakukan untuk melakukan publikasi sebenarnya banyak sekali. Termasuk di antaranya adalah cara penyebaran dari mulut ke mulut. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan publikasi adalah harus dipastikan bahwa produk kita memiliki kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini perlu dipertegas agar pelanggan yang sudah mengenal produk kita tidak menjadi kapok dan tetap melakukan repeat buying.
Apalagi jika kita mengandalkan metode dari mulut ke mulut, atau dalam istilah marketing dikenal sebagai metode word-of-mouth, kualitas produk sangat menentukan citra produk yang akan disebarluaskan oleh para pelanggan dan relasi kita. Apabila citra produk kita yang disebarkan itu positif, maka efeknya tentu akan meningkatkan permintaan. Namun bila citranya negatif, maka hal itu sama dengan membunuh produk kita cepat atau lambat. Tips lain agar publikasi usaha menjadi lebih efektif, ibu dapat mengarahkan publikasi kepada komunitas-komunitas, seperti komunitas arisan. Efek word-of-mouth akan menjadi lebih dahsyat dengan dukungan kelompok-kelompok yang berupa komunitas tersebut.
Metode memasarkan melalui internet juga merupakan alternatif menarik, mengingat semakin banyak orang mengandalkan internet untuk mencari produk-produk tertentu (mengenai cara memasarkan melalui internet dapat melihat kembali konsultansi kami terdahulu).


 KESIMPULAN
Implikasi Pembahasan
Dalam implikasi pembahasan ini adalah Bisnis syariah dewasa ini bukan hanya sebagai alternatif terhadap permasalahan perekonomian bangsa ini namun sebagai solusi dari sebuah permasalahan yang timbul di tengah0tengah masyarakat. Ekonomi Islam memiliki prinsip yang berasal dari sumber hukum baik al-Qur'an, hadis maupun pemikiran cendikiawan muslim. Nilai fundamental ini yang mendasari pandangan ekonom muslim dalam melahirkan pemikirannya mengenai bisnis berbasis syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama no: 28/DSNMUI/ III/2004,
Dr. Bambang Supomo, M.Si., Akuntan, Dr. Nur Indriantoro, M.Sc., Akuntan. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen, BPFE,Yogyakarta.
Prof. Dr. H. Imam Ghozali, M.Com, Akt. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Prof. Fabozzi Frank J. 2000. Manajemen Investasi, Salemba Empat, Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN RITEL DI INDONESIA

JENIS-JENIS USAHA/BISNIS SYARIAH DI INDONESIA

Hukum syarifah dan sayid yang menikah dengan biasa